Makalah Hubungan Interpersonal Wanita Karier Dengan Anak

BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah
Pada dasarnya berkomunikasi sangatlah penting dalam kehidupan sehari-hari, terutama berkomunikasi dalam keluarga. Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia setiap orang yang hidup dalam masyarakat sejak bangun tidur sampai tidur lagi senantiasa terlihat dalam komunikasi,bahkan sejak manusia di lahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya. Di dalam keluarga kita harus mengetahui dan memahami bagaimana teknik dan hubungan komunikasi yang baik supaya dalam keluarga tidak terjadi perselisihan antara satu dan yang lain. Maka dirasa sangat penting bagi kita untuk tahu tentang bagaimana komunikasi keluarga yang benar.
Salah satu komunikasi adalah ditujukan untuk menumbuhkan hubungan social yang baik.Manusia adalah makhluk social yang tidak tahan hidup sendiri. Kita ingin berhubungan dengan orang lain secara positif..kebutuhan social adalah kebutuhan untuk menumbuhkan dan mempertahankan hubungan yang memusatkan dengan orang lain dalam hal interaksi dan asosiasi, pengendalian dan kekuasaan (control), dan cinta serta kasih sayang (affection). Kebutuhan social ini hanya dapat dipenuhi dengan komunikasi interpersonal yang efektif. Bila orang gagal menumbuhkan hubungan interpersonal ia akan menjadi agresif, senang berkhayal, “dingin”, sakit fisik dan mental, dan menderita “flight syndrome” (ingin melarikan diri dari lingkungannya). Vance Packard (1974).
Setiap kali kita melakukan komunikasi, kita bukan hanya sekedar menyampaikan isi pesan; kita juga menentukan kadar hubungan interpersonal – bukan hanya menentukan “content” tetapi juga “relationship”.
Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson (1951) pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Waulawick, Beavin, dan Jackson (1967) dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication.Mereka melahirkan istilah baru untuk menunjukkan aspek hubungan dari pesan komunikasi ini. Mereka menulis, “Every communication has a content and a relationship aspect such tahat the latter classifies the former and is therefore metacommunications” (1967: 154). Perlahan – lahan studi komunikasi interpersonal bergeser dari isi pesan pada aspek relasional.
Gerarld R. Miller dalam kata pengantar yang dituliskan untuk buku Explorations in interpersonal Communication menyatakan:
Understanding the interpersonal communication process demands an understanding of the symbiotic relationship between communication and relational development: communication influences relational, development, and in turn (simultaneously) relational development influences the nature of communication between parties to the relationship (Miller, 1976: 15).
(Memahami proses komunikasi interpersonal menuntut pemahaman hubungan simbiotis antara komunikasi dengan perkembangan relasional: komunikasi memengaruhi perkembangan rasiobal, dan pada gilirannya (secara serentak), perkembangan relasional mempengaruhi sifat komunikasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam hubungan tersebut).
Dari segi psikologi komunikasi kita dapat menyatakan bahwa makin baik hubungan interpesonal makin terbuka orang untuk mengungkapkan dirinya, makin cermat persepsinya tentang orang lain dan persepsi dirinya, sehingga makin efektif komunikasi yang berlangsung di antara komunikan.
Jadi, Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal baik.Kegagalan komunikasi sekunder terjadi, bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan diantara komunikan menjadi rusak. “komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting,” tulis Anita Taylor et al.(1977:187). “banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik diantara komunikan. Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, dan paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.”

1.2 Persepsi Interpersonal
Persepsi adalah pengalaman tantang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.Persepsi ialah memberikan makna pada stimulus inderawi (sensory stimuli).
Ada empat perbedaan  antara persepsi objek dengan persepsi interpersonal.
1.      Pada persepsi objek, stimulus ditangkap oleh alat indera kita melalui benda-benda fisik: gelombang, cahaya, gelombang suara, temperature, dan sebagainya. Pada persepsi interpersonal, stimulus mungkin sampai kepada kita melalui lambing-lambang verbal atau grafis yang disampaikan pihak ketiga.
2.      Bila kita menanggapi objek, kita hanya menanggapi sifat-sifat batiniah objek itu. Pada persepsi interpersonal, kita mencoba memahami apa yang tidak tampak oleh alat indera. Kita tidak hanya melihat perilakunya, kita juga melihat mengapa ia berperilaku seperti itu. Kita mencoba memahami bukan saja tindakan, tetapi juga motif tindakan itu. Dengan demikian, stimulus kita menjadi sangat kompleks. Kita tidak akan mampu “menangkap” seluruh sifat orang lain dan berbagai dimensi perilakunya.
3.      Ketika kita memersepsi objek, objek tidak bereaksi kepada kita, kita pun tidak memberikan reaksi emosional padanya. Dalam persepsi interpersonal, factor-faktor personal anda, dan kerakteristik orang yang ditanggapi, serat hubungan anda dengan orang tersebut menyebabkan persepsi interpersonal cenderung untuk keliru.
4.      Objek relative tetap, manusia berubah-ubah. Manusia selalu berubah, perubahan ini jika tidak membingungkan, akan memberikan informasi yang salah tentang orang lain. Persepsi interpersonal menjadi mudah salah.

1.2.1 Pengaruh Faktor-faktor Situasional pada Persepsi Interpersonal
·         Deskripsi Verbal
Kita melihat bagaimana deskripsi verbal orang lain, petunjuk proksemik, kinesik, wajah paralinguistic, dan artifaktual mengarahkan persepsi kita tentang pesona stimuli. Petunjuk verbal bukan tidak berperan, yang dimaksud dengan petunjuk verbal ialah isi komunikasi pesona stimuli, bukan cara. Misalnya orang yang menggunakan pilihan kata kata yang tepat, mengorganisasikan pesan secara sistematis, mengungkapkan pikiran yang dalam dan komperhensif, akan menimbulkan kesan bahwa orang itu cerdas dan terpelajar.

·         Petunjuk Proksemik
Proksemik adalah studi tentang penggunaan jarak dalam menyampaikan pesan.Istilah ini dilahirkan oleh antropolog intercultural, Edward T. Hall. Hall membagi jarak dalam empat corak: jarak public, jarak social, jarak personal, dan jarak akrab. Kita menganggap orang lain berdasarkan jarak yang dibuat orang itu dengan orang lain, atau jarak yang dibuat orang itu dengan kita. Kita juga dapat menetapkan persepsi kita dengan melihat caranya orang mengatur ruang.

·         Petunjuk Kinesik (Kinesic Cues)
Dalam bahasa Indonesia, kita mempunyai beberapa ungkapan yang mencerminkan persepsi kita tentang orang lain dari gerakan tubuhnya. Ungkapan-ungkapan itu, dengan persepsinya, antara lain :
-          Membusungkan dada (sombong)
-          Menundukkan kepala (merendah)
-          Berdiri tegak (berani)
-          Bertopang dagu (sedih)
-          Menadahkan tangan (bermohon)
Beberapa peneliti telah membuktikan persepsi yang cermat tentang sifat-sifat dari pengamatan petunjuk kinesik.Suatu eksperimen yang menggunakan gambar gambar kerangka (stick figures) dengan berbagai gerak diperlihatkan pada subjek eksperimen.Persepsi mereka tentang perasaan, sifat, dan sikap gambar itu hampir seragam.Petunjuk kinesik adalah yang paling sukar untuk dikendalikan secara sadar oleh orang yang menjadi stimulus (selanjutnya disebut persona stimulus- orang yang dipersepsi; lawan dari persona penanggap).

·         Petunjuk Wajah
Petunjuk wajah pun menimbulkan persepsi yang diandalkan.Cicero, tokoh retorika Romawi, berkata “wajah adalah cerminan jiwa.”Di antara berbagai petunjuk nonverbal, petunjuk facial adalah yang paling penting dalam mengenali perasaan persona stimuli. Ahli komunikasi nonverbal, Dale G. Leathers (1976: 21), menulis:
“wajah sudah lama menjadi sumber informasi dalam komunikasi interpersonal. Inilah alat yang sangat penting dalam menyampaikan makna.Dalam beberapa detik ungkapan wajah dapat menggerakkan kita ke puncak keputusasaan.Kita menelaah wajah rekan dan sahabat kita untuk perubahan-perubahan halus dan nuansa makna dan mereka.pada gilirannya, menelaah kita.”

·         Petunjuk Paralinguistik
Paralinguistic ialah bagaimana cara orang mengucapkan lambing-lambang verbal. Jadi, jika petunjuk verbal menunjukkan apa yang diucapkan, petunjuk paralinguistic mencerminkan bagaimana mengucapkannya. Ini meliputi tinggi-rendahnya suara, tempo bicara, gaya verbal (dialek), dan interaksi (perilaku ketika melakukan komunikasi atau obrolan).

·         Petunjuk Artifaktual
Petunjuk Artifaktual meliputi segala macam penampilan (appearance) sejak potongan tubuh, kosmetik yang dipakai, baju, tas, pangkat, badge, dan atribut-atribut lainnya.

1.2.2 Pengaruh Faktor-Faktor Personal pada Persepsi Interpersonal
Persepsi interpersonal besar pengaruhnya, bukan saja pada komunikasi interpersonal tetapi juga pada hubungan interpersonal. Oleh karena itu, kecermatan persepsi interpersonal akan sangat berguna untuk meningkatkan kualitas komunikasi interpersonal kita.

·         Pengalaman
Pengalaman memengaruhi kecermatan persepsi. Pengalaman tidak selalu lewat proses belajar formal. Pengalaman kita bertambah melalui rangkaian peristiwa yang pernah kita hadapi.
·         Motivasi
Di muka sudah disebutkan tentang proses konstruktifyang mewarnai persepsi interpersonal. Proses kontriktif sangat banyak melibatkan unsur-unsur motivasi.

·         Kepribadian
Dalam psikoanalisis, dikenal sebagai proyeksi, sebagai salah satu cara pertahanan ego. Proyeksi adalah mengeksternalisasikan pengalaman subjektif secara tidak sadar.

1.3 Hubungan Antarpribadi
Hubungan antarpribadi dapat dijelaskan dengan mengidentifikasikan dua karakteristik penting. Pertama,  hubungan antarpribadi berlangsung melalui beberapa tahap, mulai dari tahap interaksi awal sampai sampai ke pemutusan (dissolution). Kedua, hubungan antarpribadi berbeda-beda dalam hal keleluasan (breadth) dan kedalamannya (depth).




1.3.1 Tahap-tahap Hubungan Terbina
Kebanyakan hubungan, mungkin semua berkembang melalui tahap-tahap (Knapp, 1984; Wood, 1982). Model lima tahap yang disajikan dalam Gambar 1.1 menguraikan tahap-tahap penting dalam pengembangan hubungan. Untuk setiap hubungan tertentu, anda mungkin perlu memodifikasi dan merevisi model dasar ini.Tetapi, sebagai deskripsi umum tentang pengembangan hubungan, tahap-tahap ini tampak cukup bersifat standar (Devito, 1986b).
Kelima tahap ini adalah kontak, keterlibatan, keakraban, perusakan, dan pemutusan. Tahap-tahap ini menggambarkan hubungan seperti apa adanya. Tahap-tahap ini tidak mengevaluasi atau menguraikan begaimana seharusnya hubungan itu berlangsung.
Kontak.Pada tahap pertama kita membuat kontak.Ada beberapa macam persepsi alat indera.Menurut beberapa periset, selama tahap inilah dalam empat menit pertama interaksi awal.Anda memutuskan apakah anda ingin melanjutkan hubungan ini atau tidak.Pada tahap inilah penampilan fisik begitu penting, karena dimensi fisik paling terbuka untuk diamati secara mudah.Meskipun demikian, kualitas-kualitas lain seperti sikap bersahabat, kehangatan, keterbukaan, dan dinamisme juga terungkap pada tahap ini.Jika anda menyukai orang ini dan ingin melanjutkan hubungan, anda beranjak ke tahap kedua.
Keterlibatan. Tahap keterlibatan adalah tahap pengenalan lebih jauh, ketika kita mengikatkan diri kita untuk lebih mengenal orang lain dan juga mengungkapkan diri kita. Jika ini adala hubungan yang bersifat romantic, mungkin anda melakukan kencan pada tahap ini.
Keakraban.Pada tahap keakraban, anda mengikat diri anda lebih jauh pada orang ini.Bisa jadi anda membina hubungan primer (primary relationship), dimana seseorang menjadi sahabat baik atau kekasih.Tahap ini hanya berlaku bagi sedikit orang.Jarang sekali orang mempunyai lebih dari empat orang sahabat akrab, kecuali dalam keluarga.
Perusakan.Dua tahap berikutnya merupakan penurunan hubungan, ketika ikatan di antara kedua belah pihak melemah.Pada tahap perusakan anda mulai merasa bahwa hubungan ini mungkin tidaklah sepenting yang anda pikirkan sebelumnya.jika tahap perusakan ini berlanjut, anda memasuki tahap pemutusan.
Pemutusan.Tahap pemutusan adalah pemutusan ikatan yang mempertalikan kedua pihak.Jika bentuk ikatan itu adalah perkawinan, pemutusan hubungan dilambangkan dengan perceraian, walaupun pemutusan hubungan actual dapat berupa hidup terpisah.Adakalanya terjadi perbedaan, kadang-kadang ketegangan dan keresahan makin meningkat.

1.4 Hubungan Interpersonal
            Komunikasi yang efektif ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik, kegagalan komunikasi sekunder terjadi bila isi pesan kita dipahami, tetapi hubungan di antara komunikasi menjadi rusak.“ komunikasi interpersonal yang efektif meliputi banyak unsur, tetapi hubungan interpersonal barangkali yang paling penting,” tulis Anita Taylor et al.(1977:187). “Banyak penyebab dari rintangan komunikasi berakibat kecil saja bila ada hubungan baik di antara komunikan.Sebaliknya, pesan yang paling jelas, paling tegas, paling cermat tidak dapat menghindari kegagalan, jika terjadi hubungan yang jelek.”
Pandangan bahwa komunikasi mendefinisikan hubungan interpersonal telah dikemukakan Ruesch dan Bateson (1951) pada tahun 1950-an. Gagasan ini dipopulerkan di kalangan komunikasi oleh Watzlawick, Beavin, dan Jackson(1967) dengan buku mereka Pragmatics of Human Communication.
Psikolog pun mulai menaruh minat yang besar pada hubungan interpersonal seperti tampak pada tulisan Fordon W.Allport (1960), Erich Fromm (1962), Martin Buber (1957), Carl Rogers (1951).Semua mewakili mazhab psikologi humanistic. Belakangan Arnold P.Goldstein (1975) mengembangkan apa yang disebut sebagai “relationship-enchancement methods” (metode peningkatan hubungan) dalam psikoterapi. Lame rumuskan metode ini tiga prinsip : makin baik hubungan interpersonal,
1)      Makin terbuka pasien mengungkapkan perasaannya,
2)      Makin cenderung ia meneliti perasaannya secara mendalam beserta penolongnya (psikolog), dan
3)      Makin cenderung ia mendengar dengan penuh perhatian dan bertindak atas nasihat yang diberikan penolongnya.
1.4.1Tahap- Tahap Hubungan Interpersonal
Apapun teori hubungan interpersonal yang dianut, pasti memiliki kesamaan dalam melibatkandan membentuk kedua belah pihak. Tiga psikolog terkenal R.D. Laing, H. Phillipson, A.R Lee-mengungkapkan bila permainan peranan berlangsung sesuai dengan yang diharapkan, dan terjadihubungan yang komplementer, hubungan tersebut akan diteruskan, dipertahankan, dan diperkokoh.Sebaliknya, bila terjadi hubungan yang hanya membuat kepedihan, dan ada hubungan bersilang (sepertiOrang dewasa kepada Anak), maka individu cenerung akan mengakhiri hubungan interpersonalnya.
a.       Pembentukan Hubungan Interpersonal
Tahap ini sering disebut juga dengan tahap perkenalan. Beberapa peneliti telah menemukan hal-hal menarik dari proses perkenalan. Fase pertama, “fase kontak yang permulaan”, ditandai oleh usaha kedua belah pihak untuk menangkap informasi dari reaksi kawannya. Masing-masing pihak berusaha menggali secepatnya identitas, sikap dan nilai pihak yang lain. bila mereka merasa ada kesamaan, mulailah dilakukan proses mengungkapkan diri. Pada tahap ini informasi yang dicari meliputi data demografis, usia, pekerjaan, tempat tinggal, keadaan keluarga dan sebagainya. Menurut Charles R. Berger informasi pada tahap perkenalan dapat dikelompokkan pada tujuh kategori, yaitu:
a) informasi demografis;
b) sikap dan pendapat (tentang orang atau objek);
c) rencana yang akan datang;
d) kepribadian;
e) perilaku pada masa lalu;
f) orang lain;
g) hobi dan minat.
Tidak selalu informasi itu diperoleh dari komunikasi verbal.Seseorang dapat membentuk kesandari proksemik, kinesik, paralinguistic, dan artifaktual. Caranya ia mempertahankan jarak, gerak tangandan lirikan matanya, intonasi suara, dan pakaian yang dikenakannya akan membentuk kesan pertama.Kesan pertama ini amat menentukan apakah hubungan interpersonal harus diakhiri atau diperteguh.


b.       Peneguhan Hubungan Interpersonal
Hubungan interpersonal tidaklah bersifat statis, tetapi selalu berubah.Untuk memelihara dan memperteguh hubungan interpersonal, diperlukan tindakan-tindakan tertentu untuk mengembalikan keseimbangan. Ada empat faktor penting dalam memelihara keseimbangan ini, yaitu:
·         Keakraban merupakan pemenuhan kebutuhan akan kasih sayang. Hubungan interpersonal akan terperlihara apabila kedua belah pihak sepakat tentang tingkat keakraban yang diperlukan. Keakraban Menurut Arygle, jika A menggunakan teknik sosial seperti berdiri lebih dekar, melihat lebih sering, dan tersenyum lebih banyak dari B, maka B akan mengangap A lebih agresif dan terlalu akrab, sedangkan A akan merasakan B bersikap lebih acuh tak acuh dan sombong.
·         Kesepakatan adalah kesepakatan siapa yang akan mengontrol. Jika A dan B memiliki kesepakatan diantara mereka siapa yang lebih banyak berbicara, atau berargumen, maka akan tercipta komunikasi yang baik. Konflik biasanya terjadi, bila masing-masing ingin berkuasa, atau tidak ada pihak yang ingin mengalah.
·         Ketepatan respons artinya, respons A harus diikuti oleh respons B dengan sesuai. Sebagai contoh, dalam percakapan A bertanya maka B menjawab, A membuat lelucon maka B tertawa. Respon bukan saja di berikan dalam bentuk verbal saja, melainkan dalam bentuk non verbal. Misalnya, jika pembicaraan A yang serius dijawab B dengan bercanda, atau A menampakan mimik wajah yang bersungguh-sungguh tetapi B menunjukkan mimik yang tidak percaya, maka akan terjadi keretakan hubungan interpersonal antara A dan B.
Dalam konteks ini, respon dapat dibagi kedalam dua kelompok: konfirmasi dan diskonfirmasi (Tubbs dan Moss, 1974: 259-298). Konfirmasi akan memperteguh hubungan interpersonal, sebaliknya diskonfirmasi akan merusak hubungan interpersonal. Respon pertama adalah konfirmasi dan respon kedua adalah diskonfirmasi.
·         Faktor terakhir yang dapat memelihara hubungan interpersonal adalah keserasian suasana emosional ketika komunikasi sedang berlangsung. Walaupun mungkin saja terjadi interaksi antara dua orang dengan suasana emosional yang berbeda, tetapi interaksi itu tidak akan stabil. Besar kemungkinan salah satu pihak akan mengakhiri interaksi atau mengubah suasana emosi.

c.        Pemutusan Hubungan Interpersonal
Menurut R.D. Nye dalam bukunya yang berjudul Conflict Among Humans, setidaknya ada lima sumber konflik yang dapat menyebabkan pemutusan hubungan, yaitu:
·         Kompetisi adalah bila seseorang berusaha memperoleh sesuatu dengan mengorbankan orang lain; misalnya menunjukkan kelebihan dalam bidang tertentu dengan merendahkan orang lain.
·         Dominasi adalah bila seseorang berusaha mengendalikan pihak lain demi kepentingan pribadinya,  sehingga orang itu merasa hak nya dilanggar.
·         Kegagalan adalah bila masing-masing berusaha menyalahkan satu sama lain apabila tujuan tidak dapat tercapai.
·         Provokasi adalah bila seseorang terus menerus menyinggung perasaan orang lain, walaupun ia tahu bahwa orang yang ia singgung itu tidak suka.
·         Perbedaan nilai adalah bila kedua pihak tidak sepakat tentang nilai-nilai yang dianut.


1.4.2 Faktor – Faktor Yang Menumbuhkan Hubungan Interpersonal
Pola-pola komunikasi interpersonal mempunyai efek yang berlainan pada hubungan interpersonal. Tidak benar anggapan orang bahwa makin sering orang melakukan komunikasi interpersonal dengan orang lain, makin baik hubungan mereka. Yang menjadi soal bukanlah berapa kali komunikasi dilakukan, tetapi bagaimana komunikasi itu dilakukan.
1. Percaya (trust)
Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi komunikasi interpersonal, Faktor percaya adalah paling penting.Percaya didevinisikan sebagai mengandalkan perilaku orang untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yang pencapaiannya tidak pasti dalam situasi yang penuh resiko.


Ada 3 Unsur percaya :
a.              Ada situasi yang menimbulkan resiko. Bila orang menaruh kepercayaan kepada seseorang, ia akan menghadapi resiko. Resiko itu dapat berupa kerugiaan yang anda alami.
b.              Faktor yang menaruh kepercayaan kepada orang lain berarti menyadari bahwa akibat-akibatnya bergantung kepada orang lain.
c.              Orang yang yakin bahwa perilaku orang lain akan berakibat baik baginya.

Faktor-faktor yang berhubungan dengan sikap percaya:
a.              Karakteristik dan maksud orang lain. Orang yang menaruh kepercayaan kepada orang  yang dianggap memiliki kemampuan, keterampilan atau pengalaman dalam bidang tertentu.
b.              Hubungan kekuasaan. Percaya apabila orang-orang mempunyai kekuasaan terhadap orang lain.
c.              Sifat dan kualitas komunikasi. Bila komunikasi bersifat terbuka, bila maksud dan tujuan sudah jelas, ekspektasi sudah dinyatakan maka akan tumbuh sikap percaya.

Ada tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya atau mengembangkan komunikasi yang didasarkan pada sikap saling percaya :
a.              Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tampa menilai dan berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai.
b.              Empati adalah memahami orang lain yang tidak mempunyai arti emosinal bagi kita, sebagai keadaan ketika pengamat bereaksi secara emosional karena ia menanggapi orang lain siap mengalami suatu emosional.
c.              Kejujuran adalah faktor ketiga yang menumbuhkan sikap percaya. Kejujuran mengakibatkan perilaku kita dapat diduga, ini mendorong orang-orang untuk percaya pada kita. 


2. Sikap suportif 
Sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang bersifat defensif bila ia tidak menerima, tidak jujur, dan tidak empatis. Sudah jelas dengan sikap defensif komunikasi interpersonal akan gagal, karena orang defensif akan lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikasi ketimbang memahami pesan orang lain.
Perilaku Defensif dan Suportif dari Jack Gibb :
a.              Evaluasi dan Deskripsi. Evaluasi artinya penilaian terhadap orang lain, memuji atau mengancam. Deskripsi artinya penyampaian pesan dan persepsi  antara tampa menilai.
b.              Control dan Orientasi Masalah. Perilaku kontrol adalah berusaha untuk mengubah orang lain, mengendalikan perilakunya, mengubah sikap,  pendapat dan tindakannya.
c.              Strategi dan spontanitas. Stategi adalah penggunaan tipuan-tipuan atau manipulasi untuk mempengaruhi orang lain.
d.             Netralitas dan Empati. Netralitas berarti sikap inpersonal memperlakukan orang lain tidak sebagai persona, melainkan sebagi objek.
e.              Superioritas dan Persamaan. Superioritas berarti sikap menunjukkan anda lebih tinggi atau lebih baik dari pada orang lain karena status, kekuasaan, kemampuan intelektual, kekayaan atau kecantikan.
f.               Kepastian dan Provisionalisme. Orang yang memiliki kepastian berarti memiliki dogmatis, keinginan menang sendiri dan melihat pendapatnya sebagai kebenaran mutlak yang tidak dapat diganggu gugat


3. Sikap Terbuka
Sikap terbuka (open-mindedness) amat besar pengaruhnya dalam menumbuhkan komunikasi yang efektif.Lawan dari sikap terbuka adalah dogmatisme.Menurut Brooks dan Emmert dalam Jalaluddin Rakhmat (2011), terdapat beberapa karakteristik sikap terbuka dan dogmatis, yaitu:
Tabel Karakteristik sikap terbuka dan dogmatis 
Sikap Terbuka
Sikap Tertutup (dogmatis)
1.
Menilai pesan secara objektif dengan menggunakan data dan keajegan logika
1.
Menilai pesan berdasarkan motif-motif pribadi
2.
Membedakan dengan mudah, melihat nuansa, dsb
2.
Berpikir simplisitis, artinya berpikir kitam-putih (tanpa nuansa)
3.
Berorientasi pada isi
3.
Bersandar lebih banyak pada sumber pesan daripada isi pesan
4.
Mencari informasi dari berbagai sumber
4.
Mencari informasi tentang kepercayaan orang lain dari sumbernya sendiri, bukan dari sumber kepercayaan orang lain
5.
Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya
5.
Secara kaku mempertahankan dan memegang teguh sistem kepercayaannya
6.
Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya
6.
Menolak, mengabaikan, mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan sistem kepercayananya

Karakteristik orang yang dogmatis atau bersikap tertutup :
a.              Menilai pesan berdasarkan motif pribadi. Orang dogmatis tidak akan memperhatikan logika suatu proposisi, ia lebih banyak melihat dan membaca sejauh mana proposisi itu sesuai dengan dengan dirinya. Argumentasi yang obyektif, logis, cukup bukti akan ditolak mentah-mentah. “Pokoknya aku tidak percaya” begitu sering diucapkan orang dogmatis. Setiap pesan akan dievaluasikan  berdasarkan desakan dari dalam diri individu (inner pressures). Rokeach menyebut desakan ini, antara lain, kebiasaan, kepercayaan, petunjuk perseptual, motif egoirasional, hasrat berkuasa, dan kebutuhan untuk membesarkan diri. Orang tua dogmatis sukar menyesuaikan dirinya dengan perubahan lingkungan.
b.              Berpikirnya simplistis. Bagi orang dogmatis, dunia ini hanya hitam dan putih, tidak ada kelabu. Ia tidak sanggup membedakan yang setengah benar setengah salah, yang tengah-tengah. Baginya kalau tidak salah, ya benar. Tidak mungkin ada bentuk antara. Dunia dibagi dua: yang pro-kita dimana segala kebaikan terdapat, dan kontra-kita dimana segala kejelekan berada.
c.              Berorientasi pada sumber. Bagi orang dogmatis yang paling penting ialah siapa yang berbicara, bukan apa yang dibicarakan. Ia terikat sekali pada otoritas yang mutlak. Ia tunduk pada otoritas, karena seperti umumnya orang dogmatis ia cenderung lebih cemas dan mempunyai rasa tidak aman yang tinggi.
d.             Mencari informasi ia akan mencari dari sumber-sumbernya sendiri. Orang-orang dogmatis hanya mempercayai sumber informasi mereka sendiri. Mereka tidak akanmeneliti tentang orang lain dari sumber yang lain. Pemeluk aliran agama yang dogmatis hanya mempercayai penjelasan tentang keyakinan aliran lain dari sumber-sumber yang terdapat pada aliran yang dia anut.
e.              Secara kaku mempertahankan dan membela sistem kepercayaannya. Berbeda dengan orang terbuka yang menerima kepercayaannya secara provisional, orang dogmatis menerima  kepercayaannya secara mutlak. Orang dogmatis kuatir, bila satu butir saja dari kepercayaanya yang berubah, ia akan kehilangan seluruh dunianya. Ia akan mempertahankan setiap jengkal dari wilayah kepercayaanya sampai titik darah penghabisan.
f.               Tidak mampu membiarkan inkonsistensi. Orang dogmatis tidak tahan hidupdalam suasana inkonsisten. Ia menghindari kontradiksi atau benturan gagasan. Informasi yang tidak konsisten dengan desakan dari dalam dirinya akan ditolak, didistorsi, atau tidak dihiraukan sama sekali.
Agar komunikasi interpersonal yang kita lakukan melahirkan hubungan interpersonal yang efektif, dogmatisme harus digantikan dengan sikap terbuka.Tentu, bersama-sama dengan sikap percaya dan sikap sportif.Sikap terbuka mendorong timbulnya saling pengertian, saling menghargai, dan –yang paling penting- saling mengembangkan kualitas hubungan kita sendiri.


1.4.3 Faktor – faktor personal yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
      Orang – orang yang memiliki kesamaan dalam nilai nilai, sikap, keyakinan, tingkat sosioekonomis, agama, ideologis, cenderung saling menyukai. Reader dan englosh mengukur kepribadian subjek – subjeknya dengan rangkaian tes kepribadia. Diketemukan, mereka yang bersahabat menunjukan korelasi yang erat dalam kepribadiannya . penelitian tentang pengaruh kesamaan ini banyak dilakukan dengan berbagai kerangka teori.
Menurut teori Cognitive Consistency dari Fritz Heider, manusia selalu berusaha mencapai konsisten dalam sikap dan perilakunya. Kata Heider, “…kita cenderung menyukai orang, kita ingin mereka memilih sikap yang samadengan kita, dan jika kita menyukai orang, kita ingin mereka memilih sikap yang sama dengan kita.”
Asas kenyamaan ini pada kenyataan bukanlah satu – satunya determinan atraksi. Atraksi interpersonal akhirnya merupakan gabungan dari efek keseluruhan interaksi di antara individu . walaupun begitu, bagi komunikator , lebih tepat untuk memulai komunikasi dengan mencari kesamaan diantara semua peserta komunikasi.
Tekanan emosional ( stress )
Schachter menyimpulkan bahwasituasi penimbul cemas meningkatkan kebutuhan akan kasih sayang. Orang – orang yang pernah mengalami penderitaan bersama – sama akan membentuk kelompok yang bersolidaritas tinggi. Ada orang menafsirkan penelitian ini lebih lanjut.
Harga diri yang rendah
Menurut wlster dalam jalaluddin rakhmat ( 2011 ) bila harga diri seseorang direndahkan , hasrat afiliasi ( bergabung dengan orang lain ) bertambah, dania makin responsive untuk menerima kasih sayang orang lain. Orang yang rendah diri cenderung mudah mencintai orang lain.
Isolasi social
Manusia adalah makhluk social . manusia mungkin tahan dengan hidup terasing untuk beberapa waktu dan bukan untuk waktu yang lama. Isolasi social merupakan pengalaman yang tidak enak . beberapa penelitian menyimpulkan bahwa tingkat isolasi sosisal sangat berpengaruh terhadap kesukaan kita kepada orang lain.
1.4.4 Faktor – Faktor Situasional yang Mempengaruhi Atraksi Interpersonal
Adapun faktor – faktor yang mempengaruhi Atraksi Interpersonal, yaitu :
Daya Tarik fisik ( Physical attractiveness )
Dalam beberapa penelitian mengungkapkan bahwa daya tarik fisik sering menjadi penyebab utama atraksi personal . orang – orang yang berwajah cantik dan ganteng cenderung mendapat penilaian yang baik dan dikatakan mempunyai sifat – sifat yang baik.
Ganjaran ( Reward )
Kita cenderung menyenangi orang yang member ganjaran pada kita, ganjaran itu berupa bantuan, dorongan moral, pujian, atau hal – hal yang meningkatkan harga diri kita. Kita akan menyukai orang yang menyukai kita.
Familiarity
Artinya sering kita lihat atau sudah kita kenal dengan baik. Prinsip familiarity dicerminkan dalam peribahasa Indonesia , “ kalau tak kenal maka tak sayang “. Jika kita sering berjumpa dengan seseorang asal tidak hal lain kita akan menyukainya.
Kedekatan
Erat kaitannya dengan familitary adalah kedekatan. Orang cenderung menyenangi mereka yang berdekatan dengannya, baik rumah, tempat tidur, tempat duduk dan sebagainya. Bahwa orang yang berdekatan tempatnya saling menyukai, sering dianggap hal yang biasa. Dari segi psikologis, ini hal yang luar biasa , bagaimana tempat yang kelihatannya netral mampu mempengaruhi tatanan psikologi manusia.
1.4.5        Konsep Diri
Williarn D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai “ those physical, social and physicological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with other “. Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Persepsi tentang diri ini boleh bersifat psikologi, social, dan fasis. Ada dua komponen konsep diri : komponen kognitif dan komponen afektif. Dalam psikologi social, komponen kognitif disebut citra diri ( self image ) , dan komponen afektif disebut harga diri ( self esteem ). Keduanya berpengaruh besar pada pola komunikasi interpersonal kita akan meneliti lebih dahulu faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan konsep diri.
1.4.5.1  faktor – faktor yang mempengaruhi konsep diri
Orang Lain
Kita mengenal diri kita dengan mengenal orang lain lebih dahulu. Bagaimana anda menilai diri sendiri, akan membentuk konsep pada diri sendiri. Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap kita. Ada yang paling berpengaruh yaitu orang yang paling dekat dengan kita. Memandang diri kita seperti orang – orang lain memandangnya, berarti mencoba menempatkan dirikita sebagai orang lain.
Kelompok rujukan
Dalam pergaulan bermasyarakat kita pasti menjadi anggota kelompok. Setiap kelompok mempunyai norma-norma tertentu. Ada kelompok yang secara emosional mengikat kita, dan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri kita. Ini disebut kelompok rujukan. Dengan melihat kelompok ini, orang mengarahkannya perilakunya dan menyesuaikan dirinya dengan ciri – ciri kelompoknya.
1.4.5.2  Pengaruh konsep diri pada komunikasi intrapersonal
Nubuat yang dipenuhi sendiri
Konsep diri merukapan faktor yang sangat menentukan dalam komunikasi interpersonal, karena setiap orang bertingkah laku sedpat mungkin sesuai dengan konsep dirinya. Kecenderungan bertingkah laku dengan konsep diri disebut sebagai nubuat yang dipengaruhi diri sendiri. Suksesnya komuniakasi interpersonal banyak bergantung pada kualitas konsep diri , positif atau negative. Sebagai peminat komunikasi sebaiknya kita mampu mengidentifikasi tanda – tanda konsep diri yang positif dan negative.
Membuka diri
Pengetahuan tentang diri akan meningkatkan komunikasi, dan pada saat yang sama, berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri kita. Dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih dekta pada kenyataan. Bila konsep diri seusai dengan pengalaman kita, kita akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman – pengalaman dan gagasan gagasan baru , lebih cenderung menghindari sikap defensive, dan lebih cermat memangdang diri kita dan orang lain.
Percaya diri
Keinginan untuk menutup diri , selain konsep diri yang negative, timbul dari kekurangannya kepercayaan kepada kemampuan sendiri. Orang yang tidak menyenangi dirinya merasa bahwa dirinya tidak akan mampu mengtasi persoalan. Orang yang kurang percaya diri akan cenderung sedapat mungkin menghindari situasi komunikasi. Ketakutan untuk melakukan komunikasi dikenal sebagai communication apprehension, orang yang apprehensive dalam komunikasi akan menarik diri dari pergaulan ,berusaha sekecil mungkin berkomunikasi dan hanya akan berbicara apabila terdesak saja.
Selektivitas
Kalau konsep diri anda negative, anda cenderung mempresepsikan hanya reaksi – reaksi negative pada diri anda. Bila anda merasa diri sebagi orang bodoh , andatidak akan memerhatikan penghargaan orang pada karya anda .

1.5 Teori Dan Model Komunikasi Antarpribadi
1.      Teori-teori Diri dan Orang Lain
Pribadi adalah individu yang berbeda satu dengan lainnya.Perbedaan tersebut menyebabkan orang mengenal individu secara khas dan membedakannya dengan individu lainnya. Kualitas individu menentukan kekhasannya dalam hubungannya dengan individu lain, dan kekhasan tersebut akan menentukan kualitas komunikasinya.
a.       Persepsi terhadap Diri Pribadi (Self Perceptions)
Langkah pertama dalam persepsi diri adalah menyadari diri kita sendiri, yanitu mengungkapkan siapa dan apa kita ini, dan sesungguhnya menyadari siapa diri kita, adalah juga persepsi diri. Proses psikologis diasosiasikan dengan interpretasi dan pemberian makna terhadap orang atau objek tertentu, proses ini dikenal sebagai persepsi. Dengan mengutip Cohen, Fisher (1987:118), Sendjaja, 2002:2.13) dikemukakan bahwa perseps didefinisikan sebagai interprestasi terhadap berbagai sensasi sebagai representasi dari objek – obejek eksternal, jadi persepsi adalah pengetahuan tentang apa yang dapat ditangkap oleh indra kita. Definisi ini melibatkan sejumlah karakteristik yang mendasari upaya kita untuk memahami proses antarpribadi. Kemudian Sandjaja mengatakan bahwa :

Pertama, satu tindakan mensyaratkan kehadiran objek-objek eksternal untuk dapat ditangkap oleh indra kita. Dalam hal persepsi terhadap diri pribadi, kehadirannya sebagai objek eksternal bisa jadi kurang nyata, tetapi keberadaannya jelas dapat dirasakan.
Kedua, adanya informasi untuk diinterprestasikan informasi yang dimaksud di sini adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui sensasi atau indra yang kita miliki. Ketiga, menyangkut sifat representasi dari pengindraan. Maksud, kita dapat mengartikan makna suatu persepsi bukanlah tentang apakah suatu objek, melainkan apa yang tambak sebagai objek tersebut. Oleh karenanya, persepsi tidak lebih dari pengetahuan mengenai apa yang tampak sebagai realitas bagi diri kita. Dengan demikian, maka persepsi diri perlu otokoreksi karena bisa jadi persepsi kita tentang diri kita adalah sebuah tipu muslihat yang diciptakan oleh proses persepsi individu tentang dirinya sendiri (yang salah).


b.      Kesadaran Pribadi (Self Awareness)
Memahami tentang diri sendiri bagaikan kita berkacakan cermin, bahwa apa yang dilihat adalah wajah kita sebenarnya. Ketika sesorang menyadari siapa dirinya secara simultan ia juga telah mempresepsikan dirinya sendiri, pertama kali orang harus memahami apakah diri atau self (nya) tersebut. “diri” secara sederhana dapat ditafsirkan sebagai identitas individu. Dengan demikian, identitas diri adalah cara – cara yang digunakan orang yang membedakan individu satu dengan individu-individu lainnya. Karena itu, “diri” adalah suatu pengertian yang mengacu kepada identitas spesifik seseorang.

c.       Pengungkapan Diri (Self Disclosure)
Self Disclosure atau proses pengungkapan diri yang telah lama menjadi focus penelitian dan teori komunikasi mengenai hubungan, merupakan proses mengungkapkan informasi pribadi kita kepada orang lain dan sebaliknya. Sidney Jourard (1971, Sendjaja, 2001:2.141) menandai sehat atau tidaknya komunikasi pribadi dengan melihat keterbukaan yang terjadi di dalam komunikasi.Mengungkapkan yang sebenarnya tentang dirinya, dipandang sebagai ukuran dari hubungan yang ideal.
Joseph Luft (Reardon, 1987: 163, Sendjaja, 2002), mengemukakan teori Self Disclosure lain yang didasarkan pada model interaksi manusia, yang disebut Johari Window. Menurut Luft, orang memiliki atribut yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri dan orang lain, dan tidak diketahui siapa pun.
Jika komunikasi antara dua orang berlangsung dengan baik, maka akan terjadi disclosure yang mendorong informasi mengenai diri masing-masing ke dalam kuandran “keterbukaan”. Meskipun self disclosure mendorong adanya keterbukaan, namun keterbukaan itu sendiri ada batasnya. Artinya, perlu kita pertimbangakan kembali apakah menceritakan segala sesuatu tentang diri kita kepada orang lain akan menghasilkan efek positf bagi hubungan kita dengan orang tersebut. Beberapa peneliti menunjukkan, bahwa keterbukaan yang ekstrem akan memberikan efek negative terhadap hubungan (Littlejohn, 1939:161).

2.      Teori Hubungan Antapribadi (Interpersonal Relationship)
a.       Memahami Hubungan Antarpribadi
Di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, hubungan antarpribadi memainkan peran penting dalam membentuk kehidupan masyarakat, terutama ketika hubungan antarpribadi itu mampu memberi dorongan kepada orang tertentu yang berhubungan dengan perasaan, pemahaman informasi, dukungan, dan berbagai bentuk komunikasi yang memengaruhi citra diri orang serta membantu orang untuk memahami harapan-harapan orang lain.
Komunikasi antarpribadi dalam keluarga dan tempat kerja yang penuh ketegangan, bisa jadi meningkatkan kemungkinan seseorang untuk terserang stroke, hipertensi, dan berbagai penyakit lainnya.Sebaliknya pasangan suami istri yang saling mencintai dan mereka yang memiliki jaringan teman yang menyenangkan cenderung terhindar dari hipertensi.Uraian ini menunjukkan, bahwa manusia tidak dapat menghindar dari jalinan hubungan dengan sesamanya. Kita memiliki kadar yang berbeda dalam membutuhkan orag lain, demikian pula mengenai nilai penting kuantitas dan kualitas hubungan antarpribadi. Meskipun demikian, secara pasti dapat dikatakan bahwa kita memerlukan hubungan antarpribadi. Bagian berikut akan membahas teori-teori mengenai pengembangan, pemeliharaan, dan mengakhiri hubungan (Reardon, 1987: 159, Sendjaja, 2001:2.39).
b.      Teori – teori pengembangan hubungan
Pemahaman mengenai hubungan merupakan suatu aspek penting dari studi tentang komunikasi antarpribadi, karena hubungan berkembang dan berakhir melalui komunikasi.Para ahli mencoba untuk menentukan bagaimana hubungan terbentuk dan bagaimana hubungan berakhir.
1.      Self Disclosure
Proses pengungkapan diri (self disclosure) adalah proses pengungkapan informasi diri pribadi seseorang kepada orang lain atau sebaliknya. Pemngungkapan diri merupakan kebutuhan seseorang sebagai jalan keluar atas tekanan-tekanan yang terjadi pada dirinya.Proses pengungkapan diri dilakukan dalam dua bentuk.
a.       Dilakukan secara tertutup
Yaitu seseorang mengungkapkan informasi diri kepada orang lain dengan cara sembunyi-sembunyi melalui ungkapan dan tindakan, dimana ungkapan dan tindakan itu merupakan sebuah keterbukaan tentang apa yang terjadi pada diri seseorang. Namun cara pengungkapan diri semacam ini jarang dipahami orang lain, kecuali orang lain memiliki perhatian terhadap orang yang melakukan pengungkapan diri itu.
b.      Dilakukan secara terbuka
Keterbukaan diri bersifat resiprokal ( timbal balik ), terutama pada tahap awal dalam suatu hubungan kedua belah pihak biasanya akan saling antusias untuk membuka diri, dan keterbukaan ini bersifat timbale balik . akan tetapi semakin dalam wilayah yang pribadi, biasanya keterbukaan tersebut semakin berjalan lambat, tidak secepat pada tahap awal hubungan mereka. Dan juga semakin tidak bersifat timbal balik.


2.      Social Penetration
Altman dan Taylor (1973, Sendjaja, 2002: 2.42) mengemukakan suatu model perkembangan hubungan yang disebut social penetration atau penetrasi social yaitu proses dimana orang saling mengenal satu sama lainnya. Model ini selain melibatkan self disclosure juga menjelaskan bagaimana harus melakukan self disclosure dalam perkembangan hubungan.Penetrasi social merupakan prses yang bertahap, dimulai dari komunikasi basa basi yang tidak akrab dan terus berlangsung hingga menyangkut topic pembicaraan yang lebih pribadi dan akrab, seiring dengan berkembangnya hubungan.

3.      Process View
Process View menganggap bahwa kualitas dan sifat hubungan dapat diperkirakan hanya dengan menggunakan atribut masing-masing sebagai individu dan kombinasi antara atribut-atribut tadi. Hubungan intensif antara orang-orang dalam kelompok primer dapat menyebabkan lahirnya process view.Jadi, umpamanya suami istri memahami perilaku masing-masing, istri memahami makna senyum suami, sedangkan suami juga memahami kerutan istri.Namun pemaknaan makna itu berhubungan secara spesifik dengan objek tertentu. Jadi umpamanya pemahaman istri terhadap senyuman suami itu ketika suami menyentuh istri, begitu pula pemaknaan  suami terhadap senyum istri ketika berada di toko pakaian. Atribut yang sama yaitu “senyuman”, namun memiliki makna yang berbeda apabila dilakukan oleh orang dan objek serta situasi yang berbeda. Process view membutuhkan waktu dalam memahami atribut-atribut yang digunakan di antara orang-orang dalam kelompok primer itu.

4.      Social Exchange
Teori ini menelaah bagaimana kontribusi seseorang dalam suatu hubungan, dimana hubungan itu memengaruhi kontribusi orang lain. Thibaut dan Kelly, (Sendjaja, 2002: 2.43) pencetus teori ini, megemukakan bahwa orang mengevaluasi hubungannya dengan orang lain dengan mempertimbangkan konsekuensinya, khususnya terhadap ganjaran yang diperoleh dan upaya yang telah dilakukan, orang yang memutuskan untuk tetap tinggal dalam hubungan tersebut atau pergi meninggalkannya. Ukuran bagi keseimbangan pertukaran antara untung dan rugi dalam hubungan dengan orang lain itu disebut comparison levels, dimana apabila orang mendapatkan keuntungan dari hubungan dengan orang lain, maka orang akan merasa puas dengan hubungan itu.
Sebaliknya, apabila orang merasa rugi berhubungan dengan orang lain dalam konteks upaya dan ganjaran, maka orang cenderung menahan diri atau meninggalkan hubungan tersebut. Biasanya dalam konteks hubungan ini, seseorang memiliki banyak alternatifyang dapat diberikan dalam model pertukaran social dimana pilihan-pilihan dan alternative tersebut memiliki ukuran yang dapat ditoleransi seseorang dengan mempertimbangkan alternatif-alternatif yang dia miliki.

Selain model diatas ada sejumlah model untuk menganalisis hubungan interpersonal seperti yang di ikhtisarkan oleh Goleman dan Hammen (1974: 224 231) terdapat empat buah model:
1.      Model pertukaran social (social exchange model)
2.      Model peranan (role model)
3.      Model permainan (the “games people play” model)
4.      Model interaksional (interactional model)
Model Pertukaran Sosial
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu transaksi dagang. Orang berhubungan dengan orang lain karena mengharapka sesuatu yang memenuhi kebutuhannya. Model ini sama seperti halnya yang diungkapkan oleh Thibaut dan Kelley di sudah dijelaskan diatas dimana mereka mengatakan bahwa empat konsep pokok dalam teori ini adalah ganjaran, biaya, laba dan tingkat perbandingan.
-          Ganjaran ialah setiap akibat yang dinilai postif yang diperoleh seseorang dari suatu hubungan. Ganjaran berupa uang, penerimaan social, atau dukungan terhadap nilai yang dipegangnya. Nilai suatu ganjaran berbeda beda antara seseorang dengan yang lain, dan berlainan antara waktu yang satu dengan waktu yang lain.
-          Biaya adalah akibat yang dinilai negative, yang terjadi dalam suatu hubungan. Biaya itu dapat berupa waktu, usaha, konflik, kecemasan, dan keruntuhan harga diri dan kondisi kondisi lain yang dapat menghabiskan sumber kekayaan individu atau dapat menimbulkan efek-efek yang tidak menyenangkan. Seperti ganjaran, biaya pun berubah ubah sesuai dengan waktu dan orang yang terlibat di dalamnya.
-          Hasil atau laba adalah ganjaran dikurangi biaya. Bila seorang indovidu merasa dalam suatu hubungan interpersonal bahwa ia tidak memperoleh laba sama sekali, ia akan mencari hubungan lain yang mendatangkan laba.
-          Tingkat perbandingan menunjukkan ukuran baku (standar) yang dipakai sebagai kriteria dalam menilai hubungan individu pada waktu sekarang. Ukuran baku ini dapat berupa pengalaman individu pada masa lalu atau alternative hubungan lain yang terbuka baginya. Bila pada masa lalu, seorang individu mengalami hubungan interpersonal yang memuaskan, tingkat perbandingannya turun. Makin bahagia seseorang pada hubungan interpersonal sebelumnya, makin tinggi tingkat perbandingannya yang berarti makin sukar untuk memeroleh hubungan interpersonal yang memuaskan.

Model Peranan
Model peranan memandang hubungan interpersonal sebagai panggung sandiwara.Di sini setiap orang harus memainkan peranannya sesuai naskah yang telah dibuat di masyarakat.Hubungan interpersonal berkembang baik bila setiap individu bertindak sesuai dengan ekspedisi peranan (role expectation) dan tuntutan peranan (role demands), memiliki keterampilan peranan (role skills), dan terhindar dari konflik peranan dan kerancuan peranan.
Ekspektasi peranan mengacu pada kejiwaan, tugas, dan hal yang berkaitan dengan posisi tertentu dengan kelompok. Guru diharapkan berperan sebagai pedidik yang bermoral dan menjadi contoh yang baik bagi murid-muridnya.
Tuntutan peranan adalah desakan social yang memaksa individu untuk memenuhi peranan yang telah dibebankan kepadanya.Desakan social dapat berwujud sebagai sanksi social dan dikenakan bila individu menyimpang dari peranannya.
Keterampilan peranan adalah kemampuan memainkan peranan tertentu.Kadang-kadang disebut juga kompetensi social (social competence).Disini, sering dibedakan antara keterampilan kognitif dan keterampilan tindakan. Keterampilan kognitif menunjukkan kemampuan individu untuk memersepsi apa yang diharapkan orang lain dari dirinya – ekspektasi peranan. Keterampilan tindakan menunjukkan kemampuan melaksanakan peranan sesuai dengan harapan harapan ini. Dalam kerangka kompetensi social, keterampilan peranan juga tampak pada kemampuan “menangkap” umpan balik dari orang lain sehingga dapat menyesuaikan pelaksanaan peranan sesuai dengan harapan orang lain. Hubungan interpersonal amat bergantung pada kompetensi social ini.
Konflik peranan terjadi bila individu tidak sanggup mempertemukan berbagai tuntutan peranan yang kontradiktif, misalnya seorang bapak yang berperan juga sebagai polisi untuk menangani perkara anaknya, atau wanita muda yang memainkan peran istri, ibu, dan pengacara sekaligus.Atau bila individu merasa bahwa ekspektasi peranan tidak sesuai dengan nilai-nilai yang dianutnya dan konsep diri yang dimilikinya.Agak dekat dengan konflik peranan ialah kerancuan peranan.Ini terjadi bila individu berhadapan dengan situasi ketika ekspektasi peranan tidak jelas baginya.

Model Permainan
Model ini bersal dari psikiater Erie Berne (1964, 1972) yang menceritakannya dalam buku Games People Play.Analisinya kemudian dikenal dengan analisis transaksional.Dalam model ini, orang-orang berhubungan dalam bermacam-macam permainan.Mendasari permainan ini adalah tiga bagian kepribadian manusia – orang tua, orang dewasa, dan anak (parent, adult, child).Orang tua adalah aspek kepribadian yang merupakan asumsi dan perilaku yang kita terima dari orang tua kita atau orang yang kita anggap orang tua kita.Orang dewasa adlah bagian kepribadian yang mengolah informasi secara rasional, sesuai dengan situasi, dan biasanya berkenaan dengan masalah-masalah penting yang memerlukan pengambilan keputusan secara sadar.Anak adlah unsur kepribadian yang diambil dari perasaan dan pengalaman kanak-kanak dan mengandung potensi intuisi, spontanitas, kreativitas, dan kesenangan.
Dalam hubungan interpersonal, kita menampilakam salah satu aspek kepribadian kita (orang tua, orang dewasa, anak) dan orang lain membalasnya dengan salah satu aspek tersebut juga.

Model Interaksional
Model ini memandang hubungan interpersonal sebagai suatu system. Setiap system memiliki sifat-sifat structural, integrative, dan medan. Semua system, terdiri dari subsistem-subsistem yang saling bergantung dan bertindak bersama sebagai satu kesatuan.Untuk memahami system kita harus melihat struktur.Selanjutnya semua system mempunyai kecenderungan untuk memelihara dan mempertahankan satu kesatuan.
Hubungan interpersonal dapat dipandang sebagai system dengan sifat-sifatnya.Untuk menganalisanya kita harus melihat pada karakteristik individu-individu yang terlibat, sifat-sifat kelompok, dan sifat-sifat lingkungan.Setiap hubungan interpersonal harus dilihat dari tujuan bersama, metode komunikasi, ekspektasi dan pelaksanaan peranan, serta permainan yang dilakukan.Dengan singkat, model interaksional mencoba menggabungkan model pertukaran, peranan dan permainan.









BAB II
DESKRIPSI KASUS

2.1  Pengertian Keluarga
Keluarga adalah orang-orang secara terus menerus atau seing tingal bersama anak, seperti ayah, ibu, kakek, nenek, saudara laki-laki dan saudara perempuan, bahkan pembantu rumah tangga.Diantara mereka ayah dan ibu mempunyai tanggung jawab menjaga dan memelihara anak termasuk masalah pendidikan anak.Keluarga adalah unit social terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak.Sedangkan lingkungan sekitar dan sekolah ikut memberikan nuansa pada perkembangan anak.Karena itu, baik buruknya struktur keluarga dan masyarakat sekitar memberikan pengaruh baik atau buruknya pertumbuhan kepribadian anak.Hal ini disebabkan karena keluarga merupakan lingkungan pertama yang berhubungan dengan kegiatan individu sejak lahir sampai dewasa.Dalam rentang kehidupan individu, keluarga mempunyai peranan penting terhadap seluruh aspek kepribadian.
Sebagai lingkungan yang menentukan sebagian besar sikap kepribadian dan perilaku anak, jelas dapat diperkirakan bahwa keluarga mempunyai berbagai fungsi yang sangat dominan memperngaruhi perkembangan anak. Singgih D. Gunarsa dalam bukunya “psikologi untuk keluarga” menyatakan bahwa keluarga tidak hanya berfungsi  terbatas selaku penerus kebutuhan saja, melainkan banyak fungsi-fungsi lain yang diperankan sehingga banyak hal-hal mengenai kepribadian anak dapat dirunut dari keluarga. Secara hakikat, keluarga memiliki delapan fungsi yang harus dipernkan secara lengkap agar dapat membentuk kepribadian anak  yang baik dan berbudi pekerti luhur. Delapan  fungsi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Fungsi keagamaan, yang dapat diwujudkan dalam bentuk keimanan dan aplikasinya dalam kehidupan bermasyarakat.
2.      Fungsi social budaya, yang mencerminkan dari sikap saling menghargai dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat serta Negara.
3.      Fungsi cinta kasih, tercermin dalam kehidupan yang harmonis, rukun dan bertanggung jawab.
4.      Fungsi melindungi yang menumbuhkan rasa aman dan kehangatan yang tiada batas bandingan baik lahir maupun batin.
5.      Fungsi reproduksi yang merupakan mekanisme untuk melanjutkan keturunan yang direncanakan untuk menyumbang kesejahteraan umat manusia.
6.      Fungsi  sosialisasi/pendidikan yang dapat diukur dari kemampuan membaca dan menulis serta dapat meningkatkan kualitas pendidikan keluarga.
7.      Fungsi ekonomi yang daoat diwujudkan dalam bentuk mempunyai mata pencaharian dan hidup berkecukupan.
8.      Fungsi pembinaan lingkungan yang diwujudkan keluarga yang mampu menempatka diri secara selaras dan seimbang dalam keadaan yang berubah secara dinamis.
Namun perlu disadari bahwa akibat perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntuntan zaman serta pengaruh budaya barat yang liberal yang telah menyebabkan keluarga tidak dapat memerankan fungsinya sebagaimana proporsi yang sebenarnya dengan skala prioritas yang pas.Pada saat-saat sekarang ini, banyak fungsi-fungsi keluarga yang sudah melemah dan sering dilupakan orang. Perkembangan intelektual akan perkembangan lingkungan seorang anak sering dilepaskan dan bahkan dipisahkan dengan masalah keluarga. Hal-hal semacam inilah yang sering menimbulkan masalah social karena kehilangan pijakan.Keluarga sudah sering kehilangan peranannya.Lihat saja, betapa komunikasi yang hangat antara ayah, ibu dan anak-anak semakin menghilang.
Semua fungsi yang diuraikan di atas bertujuan untuk menciptakan harmonisasi keluarga keharmonisan keluarga merupakan sarana pembentuk karakter dan kepribadian anak. Oleh sebab itu, keluarga yang memiliki latar belakang yang baik akan mampu membimbing dan mengarahkan anaknya kea rah yang mereka cita-citakan. Demikian pula sebaiknya keluarga yang tidak baik atau tidak harmonis akan sulit untuk membimbing anak mereka menjadi yang terbaik bagi masas depannya.
Komunikasi adalah salah satu hal yang sangat penting dalam memelihara keharmonisan keluarga.Adi J. Mustafa (2008) mengungkapkan bahwa sering masalah muncul di dalam sebuah keluarga karena terjadi tersendatnya komunikasi. Komunikasi yang macet akan membuat segala tujuan di dalam keluarga tersebut gagal tercapai. Karena setiap pihak akan melakukan tindakannya sendiri-sendiri tanpa memperdulikan kepentingan atau keterlibatan anggota keluarga menjadi tidak sehat. Masing-masing anggota keluarga seperti ayah, ibu dan anak-anak akan cendering mempertahankan egonya dan membela diri. Pada satu sisi bahkan menyerang satu sama lain, sebut saja saling menyalahkan setiap ada permasalah di dalam keluarga. Untuk itu diperlukan adanya saling menyayangi.

2.2  Peran Ayah dan Ibu

2.2.1        Peran Ayah (suami)
Achmad (2007) dalam bukunya Rumah Tangga Sakinah menerangkan bahwa pemenuhan kebutuhan nafkah keluarga berupa sandang, pangan dan papan beada di pundak suami.Suami pun bertindak sebagai partner istrinya dalam hal urusan rumah tangga lainnya, bahu membahu dengan istri.Kesibukan diluar rumah tidak dapat dijadikan alasan ketidakhadirannya dalam ritme rumah tangga. Suami harus proaktif dalam peran menjadi seorang ayah, teman curhat keluarga, tempat berlabuhnya istri dan anak, pemenuhan akan cinta, kasih sayang, perhatian, ilmu serta secara bersamaan mendidik dan menjadi contoh.
2.2.2        Peran Ibu (Istri)
Istri adalah partner suami, menjadi istri adalah posisi terhormat, namun kehormatan itu akan tercorenga manaka istri tidak bisa menjaganya. Posisi sentral kepemimpina ibu ada di dalam keluarga.Seorang ibu merupakan guru informal bagi anaknya.Karenanya ibu diharapkan memiliki komitmen yangkuat, memiliki wawasan ilmu pengetahuan secara global, serta siap menjadi teman yang baik bagi keluarganya.Ada pun aktualisasi diri di luar rumah merupakan ekspresi tanggunga jawabnya dalam menuntut ilmu tanpa menelantarkan tugas pokok dalam keluarga.
2.3 Anak Remaja
Sarwono (2007) mengungkapkan meskipun tidak ada batasan secara eksplisit tentang usia remaja, akan tetapi dalam undang-undang Kesejahteraan Anak (UU No. 4/1979) disebabkan bahwa semua orang di bawah usia 21 tahun dan belum menikah dikategorikan sebagai remaja. Apabila sudah menikah dalam usia tersebut maka dianggap sebagai orang dewasa. Sementara itu masyarakar Indonesia menggolongkan usia reemaja pun dibagi menjadi remaja awal 11-15 tahun dan remaja akhir 16-24.
Secara psikologis anak usia remaja, nalar (reason) bangkitnya akal (ratio) dan kesadaran diri (self consciousness) sudah mulai muncul. Dalam masa ini terdapat energy dan keinginan coba-coba.Periode ini merupakan puncak perkembangan emosi.Terjadi perubahan dari kecenderungan mementingkan diri sendiri menjadi memerhatikan harga diri. Gejala lain yang muncul adalah bangkitnya dorongan seks.
Melihat kecenderungan-kecenderungan anak usia remaja yang dikategorikan sebagai usia labil atau rentan, dimana kan memasuki usia transisi dari anak-anak menjadi dewasa. Oleh karena itu, anak usia remaja memerlukan perhatian dan perlakuan ekstra dari orangtuanya. Jika masih usia anak-anak orang tua masih mudah untuk mengarahkannya karena masih relative gampang untuk diatur, karena anak masih merasa takut apabila menentang ucapan orangtuanya. Namun tidak bagi usia remaja karena mereka belum tentu sama dengan keinginan anak usia remaja. Situasi seperti inilah yang sering menjadi awal buruknya interaksi atau hubungan anak dan orang tua
Dimasa ini remaja mulai mencari konsep diri dan jati diri, oleh karena itu diperlukan perhatian khusus dari orang tua selain orang yang dapat melindungi dan membuat dirinya nyaman, juga membutuhkan teman untuk berbagi.Sedah seharusnya orang tua menempatkan diri sebagai teman bagi anak-anaknya yang sudah memasuki masa remaja, mengubah perlakuan yang sebelumnya terlalu ingin didengarkan, terlalu melindungi, dominan, selalu memberikan bantuan dan memaksakan keinginan orang tua. Kini saatnya menjadi orang tua yang manis dan bijak. Orangtua yang empati, mencoba untuk memahami keinginan dan kebutuhan anak, mencoba untuk menjadi pendengar yang baik, menjadi teman bicara mengajak anak berpikir terhadap masalah yang sedang dihadapinya.Hal ini pula yang ditegaskan oleh Sarwono (2007) dalam bukunya Psikologi Remaja.
Pada usia remaja mereka sangat membutuhkan teman. Ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Bahagia apabila ada orang yang mendengarkan ucpannya, membutuhkan orang yang bisa diajak bicara tentang sesuatu hal yang terjadi diusianya, termasuk cerita tentang lawan jenis.Pada masa ini remaja masih selalu ragu-ragu dan bimbang dalam memilih atau mengambil keputusan. Kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana. Misalnya di saat dituntut untuk peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya.Orang karena itu wajar papabila mereka memerlukan teman yang bisa diajak berbagi.Sangat berat apabila yang dijadikan teman tersebut adalah orang tuanya.Menjadi orangtua sekaligus teman bagi anak-anaknya lebih baik daripada mereka mencari teman di luar karena dikhawatirkan anak mendapatkan lingkungan pertemana yang tidak baik.
Anak remaja sebetulnya tidak mempunyai tempat yang jelas.Ia tidak termasuk golongan anak, tetapi ia tidak pula termasuk golongan orang dewasa. Remaja ada di antara anak dan orang dewasa.Oleh karena itu, remaja disebut pula sebagai masa transisi.Remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi-fisik maupun psikisnya.Ditinjau dari kondisi tersebut mereka masih tergolong kanak-kanak, mereka masih harus menemukan tempat dalam masyarakat.Pada umumnya mereka masih belajar di sekolah atau perguruan tinggi.Bila mereka bekerja, mereka melakukan pekerjaan sambilan dan belum mempunyai pekerjaan yang tetap.
Dalam perkembangan social remaja dapat dilihat adanya dua macam gerak; pertama yaitu memisahkan diri dari orang tua dan yang lainnya adalah menuju kea rah teman-teman sebaya. Dua macam arah gerak ini tidak merupakan dua hal yang berurutan meskipun yang satu dapat terkait pada yang lain. Dalam masa remaja, mereka berusaha untuk melepaskan diri dari millik orang tua dengan maksud untuk menemukan jati dirinya.Akan tetapi sebagai pondasi awal menuju tahapan tersebut lingkungan keluarga sangat berpengaruh. Oleh karena itu keluarga yang memiliki figure yang kuat bagi anggota keluarganya, maka anak-anak secara tidak langsung akan mengkiblatkan pada figure dikeluarganya tersebut
2.4  Orang tua karir
Orang tua karier adalah sebuah pilihan bagi seorang ayah atau seorang Ibu untuk mempunyai dua peran sekaligus atau profesi ganda. Orang tua karier adalah  orang tua yang memiliki peran ganda, selain sebagai ibu rumah tangga juga sekaligus sebagai pekerja atau karyawan.
2.5 Wanita Karir
Orang tua karier mengaku alasan mereka bekerja karena sebuah tuntutan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan memilih menjadi orang tua karier adalah suatu kewajiban sebagai kepala keluarrga.Walaupun dalam pelaksasnaanya, istri (ibu) ikut membantu dalam mencari nafkah.Namun, tetap yang berkewajiban memenuhi kebutuhan keluarga adalah suami (ayah).
Selain tuntutan ekonomi, wanita karier juga dapat bisa terjadi juga karena kebutuhan psikologis, dimana merasakan kepuasan tersendiri apabila dapat mengaplikasikan ilmu yang dimiliki.Selain itu, ibu bekerja juga dapat membantu suami dalam memenuhi kebutuhan keluarga.Inilah gambaran dari alasan orang tua memililh untuk menjadi orangtua karier.
Terlepas dari ragam alasan memilih menjadi orang tua karier tersebut, pada kenyataanya memang kondisi orang tua karier di kota-kota besar, seperti Bandung, Jakarta, Surabaya dan kota lainnya yang sangat diminati. Selain karena factor kebutuhan keluarga, juga karena factor lingkungan yang membuat mereka tertarik menjadi orang tua (ayah dan ibu) karier.




BAB  III
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

3.1 WAWANCARA
3.1.1. Hasil Wawancara
Dari hasil wawancara jawaban yang kami peroleh dari para narasumber diatas dapat dilihat bahwa terdapat problema antara orang tua (ibu) karier dengan anaknya. Sebagaimana hubungan Interpersonal yang baik itu sangat berpengaruh sekali terhadap psikologi dan sikap anak. Saat wawancara kami menemukan sebuah jawaban dari seorang orang tua karier (ibu). Ia seperti kurang memperhatikan anaknyan karena beralasan bekerja adalah salah satu kebutuhan psikologi agar dapa mengaplikasikan ilmunya. Karena kesibukan ia dan suaminya, ia lebih memberikan tanggung jawab terhadap pihak ke tiga atau pengasuh. Padahal, jika hubungan interpersonal anak dan orangtua (ibu) tidak baik setidaknya anak akan mencari teman sebayanya yang dapat dijadikan sebagai teman untuk berbagi atau bercerita tentang masalahnya. Tetapi teman sepermainan dapat berpengaruh buruk, jika anak tersebut salah bergaul. Oleh karena itu pengawasan dan perhatian dari orang tua sangat dibutuhkan oleh seorang anak. Karena seorang anak remaja pemikirannya masih sangat labil. Namun kami pun menemukan jawaban lain, orang tua karier karena alasan untuk membantu suami dan keluarga dalam bidang ekonomi.
Komunikasi interpersonal antara orang tua karir khusunya bagi seorang ibu yang mempunyai profesi ganda, yang berperan sebagai orang tua sekaligus wanita karir memang akan mengalami kesulitan. Apalagi ketika banyak kerjaan yang menumpuk atau deadline.Salah satu kendalanya adalah keterbatasan waktu dan sikap anaknya yang menjadi sedikit tertutup karena jarangnya ada waktu luang untuk berkomunikasi dengan anak sehingga menimbulkan kecanggungan.
Pada dasarnya anak dapat menerima kondisi orang tua karier, namun mereka tetap mengaharapkan komunikasi tetap berjalan, tetap adanya perhatian dari orang tua, meskipun sesibuk apa pun pekerjaan dikantor. Jika anak mengalami kurang perhatian dan kurang terbuka kepada orang tua.Seorang anak biasanya akan mencari atau bermain dengan teman sebaya untuk berbagi cerita. Namun anak remaja dapat terpengaruhi jika ia salah bergaul, mereka dapat terlibat dalam hal negative seperti kenakalan remaja, pergaulan bebas. Persoalan tersebut pada akhirnya terpulang kembali kepada rumah tangga masing-masing.
Mengelola hubungan diawali dari sebuah kepercayaan (trust) orang tua karier dan anak remaja.Keadaan ini diperlihatkan memalui dukungan anak remaja terhadap karier orang tua.Anak tidak mempersoalkan karier orang tua, selama orang tua masih memerhatikan keluarganya.Penerimaan anak remaja ini sebagai salah satu wujud sikap saling percaya.Demikian pula orang tua karier, berharap penerimaan anak remaja terhadap kariernya, dibuktikan melalui sikap dan pemikiran yang positif.
Sikap menerima tidaklah semudah yang dikatakan.Kita cenderung menilai dan sukar menerima.Akibatnya hubungan interpersonal tidak berlangsung seperti yang diharapkan. Menurut Rahkmat (2000) bila tidak adanya sikap menerima, akan timbul sikap mengkritik, mengecam atau menilai. Sikap seperti ini akan menghancurkan kepercayaan. Sebaliknya, sikap menggerakkan sikap percaya karena orang tahu tidak akan merugikan mereka.
Namun demikian, yang namanya kendala atau hambatan tentu ada saja.Misalnya untuk liburan, awalnya menginginkan anak untuk ikut, ternyata anak juga memiliki acara bersama teman-teman sekolahnya.Akhirnya waktu kebersamaan itu terpaksa tidak ada.Tetapi kondisi seperti itu tidak dijadikan kendala.
Ketika ibu menetapkan pilihannya sebagai wanita karier maka yang perlu diperhatikan adalah bagaimana dia mengatur tanggung jawab sebagai sebagai karyawan atau pegawai dengan kesibukan profesi ia di rumah atau keluarga sebagai ibu rumah tangga. Orang tua karier sering dianggap sebagai penyebab burknya hubungan orang tua dan anak remaja.Pakar komunikasi menyebutnya dengan istilah hubungan interpersonal atau relasi antar pribadi orang tua dengan anak.
3.2
Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengatur tanggung jawab dirumah dan di tempat kerja, sering menjadi dilema orang tua karier. Mereka menginginkan keduanya tetap berjalan baik, anak tetap bisa diperhatikan dan pekerjaan kantor bisa tuntas. Memang tidak mudah menjalankan keduanya, terlebih bagi seorang Ibu.
Pada dasarnya kendala yang paling berat dirasakan orang tua karier adalah bagaimana mengatasi kendala waktu yang sering menjadi konflik antara pekerjaan dan keluarga.Konflik waktu ini menyebabkan hambatan secara psikologis, fisiologis dan biologis.Hambatan secara psikologis misalnya anak merasakan sedih, kesepian, hampa karena kuraangnya perhatian dari orang tua.Sedangkan secara fisiologis berkaitan dengan jarak fisik yang sering tidak dapat bertemu secara tatap muka (face to face).Meskipun interaksi bisa dilakukan melalui media, tetapi adakalanya interaksi memerlukan pertemuan langsung.Hambatan biologis merasa bersalah karena kesibukannya di luar rumah, mengakibatkan perhatian terhadap kebutuhan keluarga seperti makanan, menyiapkan hidangan pagi dan malam misalnya kurang dapat diperhatikan.Waktu yang terbatas menyebabkan hambatan-hambatan itu terjadi di lingkungan orang tua karier.Namun demikian, hambatan-hambatan tersebut tidak serta-merta mengakibatkan hubungan menjadi buruk karena selama adanya kepercayaan dari keduanya tidak jarang akhirnya ketiga hambatan tersebut di atas dapat teratasi.
Setiap keluarga tentu saja mempunyai aturan-aturan dalam rumah. Tanpa peraturan, setiap anggota keluarga keluarga pasti tidak akan mempunyai arahan yang jelas. Akan tetapi dalam pelaksanaan peraturan tersebut diharapkan bisa diterima oleh semua anggota keluarga sehingga mereka tetap merasa nyaman dan aman berada dirumah atau tetap merasa nyaman berada di dekat orang tuanya.
Anak merasa lebih suka orang tua yang memberikan kepercayaan. Menghargai keinginan mereka sehingga akan mendorong anak menjadi mandiri, terbuka dan tidak bergantung pada orang tua. Sedangkan untuk urusan rumah tangga, para orang tua juga menyebutkan mereka lebih orang lain dalam pelaksanaan tugas rumah tangganya. Namun ada pula yang lebih memilih untuk melibatkan anak-anak, dengan alasan menghemat biaya dan melatih agar anak lebih mandiri serta bertanggung jawab.
Melibatkan anak-anak dalam pekerjaan rumah tangga merupakan langkah tepat untuk membuka komunikasi dengan anak-anak.Mendekati mereka tanpa mereka sadari.Pasalnya dengan suasana kebersamaan sering terjadi pembicaraan yang terduga.Seperti layaknya pertemanan sehingga anak tidak sungkan untuk bercerita.Pendekatan psikologis yang diterapkan keluarga ibu Hafid tersebut, ternyata efektif dalam menciptakan suasana komunikasi interpersonal dengan anaknya.
Disisi lain komunikasi juga dapat menciptakan. Anak merasa nyaman meskipun banyak peraturan yang diterapkan di rumahnya asalkan diutarakan alasannya dengan baik tanpa ada pemaksaan dan rasa curiga dari orang tua.Anak tidak merasa terbebani disaat harus membantu pekerjaan rumah karena pendekatan yang dilakukan orang tua tidak memaksa tapi memperikan contoh.
komunikasi interpersonal bertujuan mencapai pengertian dan perubahan pada setiap anggota keluarga dengan cara khas yang dimiliki keluarga tersebut dan saling memberikan dukungan, karena dalam keluarga tiap anggotanya saling memiliki ketergantungan dan memerlukan perhatian.
Bentuk komunikasi antar pribadi tidak semata dalam bentuk percakapan atau tatap muka, tetapi juga dalam bentuk lain seperti dnegan menggunakan media komunikasi antarpribadi (sms, bbm, line, surat, telpon, dll) atau dengan memanfaatkan isyarat komunikasi nonverbal.
Dukungan terhadap karier orangtua juga dapa berupa sikap mandiri, “paling tidak, tidak mengganggu pekerjaan orang tua”. Misalnya dengan membantu meringankan pekerjaan orang tua di rumah, misalnya merapikan kamar sendiri, bila lapar memasak sendiri dan juga memberikan hal terbabik pada orang tua, misalnya dengan meujudkan prestasi yang bagus disekolah atau dukungan lain dengan memberikan kata “semangat mah”. Orang tua pun dapat sebaliknya, misalnya disaat waktu luang menyiapkan makanan kesuakaan anaknya atau bila anaknya mendapatkan suatu penghargaan atau prestasi yang meningkat bisa diajak makan bersama dan keluar rumah.
Adapun gambaran orang tua karier yang berhasil dalam mengelola keluarga, disamping sibuk dalam berkarier seperti yang diungkapkan oleh Adi J. Mustafa (2008) dalam sebuah artikelnya “Energi Cinta” untuk Keluarga-Mengukur Keberhasilan Anak menyebutkan bahwa ada beberapa karakteristik orang tua yang berhasil dalam mendidik anak-anak dalam sebuah keluarga:
ü  Good Health – Anak-anak yang menggapai kesehatan optimal secara fisik, emosi dan spiritual serta memiliki dorongan kuat untuk meraih kemuliaan, menguasai berbagai keterampilan dan semangat yang besar.
ü  Safety and Security – Anak-anak terpenuhi kebutuhan dasarnya, termasuk makanan, tempat tinggal, pakaian dan transportasi. Anak-anak yang terlindungi dari kekerasan dan penyahgunaan.
ü  Succes at Learnning – Anak-anak yang memiliki kesempatan untuk belajar, mengapai potensinya dalam peertumbuhan fisik dan social, keterampilan berbahasa, menulis, berhitung, dan pengetahuan umum. Karena itu mereka dapat mengembangkan berbagai keterampilan pengetahuan dan berbagai kemampuan (kompetisi) yang mereka butuhkan untuk keberhasilan melewati masa transisi menuju kehidupan untuk keberhasilan melewati masa transisi menuju kehidupan sebagai orang dewasa.
ü  Social Enggagement and Responsibility – Anak remaja dapat membentuk kasih sayang yang stabil terhadap orang dewasa. Anak mampu membangun hubungan yang kuat dan saling mendukung di dalam dan di luar keluarga mereka. Anak-anak yang menghormati diri mereka sendiri dan orang lain; anak yang mengerti konsekuensi-konsekuensi pribadi dan social atas pilihan-pilihan yang mereka ambil.

Keberhasilan orang tua dalam mengelola keuarga adalah dengan mendidik anak bersifat terbuka.Menurut Hopson hal ini merupakan syarat hubungan harmonis.Yaitu sebuah hubungan yang harmonis.Yaitu sebuah hubungan yang dilandasi oleh rasa saling percaya, terbuka, saling bahagia, memahami dan saling menyayangi.Keharmonisan keluarga bersumber dari kerukunan hidup didalam keluarga.Ciri-cirinya sesame anggota keluarga terdadpat hubungan yang nyata, teraatur dan baik, terutama hubungan antara anak dan orang tua.Jadi keharmonisa keluarga merupakan sarana pembentuk karakter dan keberhasilan anak. Oleh sebab itu keluarga yang memiliki latar belakang baik akan mampu membimbing dan mengarahkan anaknya kea rah yang mereka cita-citakan. Demikian pula sebaliknya, keluarga yang tidak baik atau tidak harmonis akan sulit untuk membimbing anak mereka menjadi yang terbaik bagi masa depannya.
Beberapa hasil penelitian mengungkapkan bahwa keberhasilan anak dalam mencapai pendidikan sangat dipengaruhi beberapa factor, salah satunya adalahfaktor  lingkungan keluarga. Keluarga adalah tempat pendidikan anak yang sangat strategis bagi anak.Betapa banyak hasil penelitian membuktikan bahwa keluarga yang berhasil mengantarkan pendidikan anaknya adalah keluarga yang dapt menjaga disiplin dan memelihara keharmonisan.
Model komunikasi yang terjadi dalam keluarga adalah komunikasi antarprbadi atau komunikasi interpersonal.Dalam model komuinikasi yang terbentuk, bisa saling memberikan umpan balik atau feedback, baik secara langsung maupun tidak langsung. Angela menemukan pula bahwa anak-anak dalam lingkungan orang tua bekerja, tidak mempersoalkan orang tua ,ereka bekerja, selama adanya komunikasi dan orang tua lebih membuka diri terhadap anaknya, serta mau menerima pendapat atau saran-saran dari anaknya.
Perlu adanya kedekatan diantara sesame anggota keluarga. Melalui kedekatan ini, akan menciptakan aktivitas bersama yang dilakukan secara intensif seperti contoh sederhana yaitu makan bersama. Karena kegiatan ini dilakukan oleh anggota keluarga pada waktu seta tempat yang sama. Selain itu, dalam aktivitas makan bersama ini dapat terjadi interaksi timbal balik.Melalui interaksi ini diharpkan hadirnya keterbukaan, kepercayaan, serta rasa saling berbagi, mengerti dan menyayangi.
Waktu bersama juga dapat dihabiskan dalam bentuk pekerjaan bersama di dalam rumah tangga.Misalnya orangtua dan anak remaja berbagi tugas pekerjaan rumah tangga.Cara seperti ini terlihat sederhana tetapi bisa dijadikan sebagai metode ddalam mengelola harmonisasi keluarga atau menjaga agar hubungan atau relasi orang tua karier dan anak remaja serta anggota keluarga lainnya tetap berjalan harmonis.Kebersamaan ini bisa dijadikan awal komunikasi yang baik karena persoalan muncul terkadang karena komunikasi yang tidak berjalan.



BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1              Kesimpulan
Orang tua karier sering dianggap sebagai penyebab burknya hubungan orang tua dan anak remaja.Pakar komunikasi menyebutnya dengan istilah hubungan interpersonal atau relasi antar pribadi orang tua dengan anak.Persoalannya sekarang adalah bagaimana mengatur tanggung jawab dirumah dan di tempat kerja, sering menjadi dilema orang tua karier. Mereka menginginkan keduanya tetap berjalan baik, anak tetap bisa diperhatikan dan pekerjaan kantor bisa tuntas. Memang tidak mudah menjalankan keduanya, terlebih bagi seorang Ibu.
Pada dasarnya kendala yang paling berat dirasakan orang tua karier adalah bagaimana mengatasi kendala waktu yang sering menjadi konflik antara pekerjaan dan keluarga.Konflik waktu ini menyebabkan hambatan secara psikologis, fisiologis dan biologis.Hambatan secara psikologis misalnya anak merasakan sedih, kesepian, hampa karena kuraangnya perhatian dari orang tua.Sedangkan secara fisiologis berkaitan dengan jarak fisik yang sering tidak dapat bertemu secara tatap muka (face to face).Meskipun interaksi bisa dilakukan melalui media, tetapi adakalanya interaksi memerlukan pertemuan langsung.Hambatan biologis merasa bersalah karena kesibukannya di luar rumah, mengakibatkan perhatian terhadap kebutuhan keluarga seperti makanan, menyiapkan hidangan pagi dan malam misalnya kurang dapat diperhatikan.Waktu yang terbatas menyebabkan hambatan-hambatan itu terjadi di lingkungan orang tua karier.
Namun demikian, hambatan-hambatan tersebut tidak serta-merta mengakibatkan hubungan menjadi buruk karena selama adanya kepercayaan dari keduanya tidak jarang akhirnya ketiga hambatan tersebut di atas dapat teratasi.

4.2              Saran

·         Ibu
-          Manfaatkan waktu di sela-sela kesibukan orang tua untuk berkomunikasi dengan anak, bisa lewat telfon atau media lainnya jika sedang berada dikantor.
-          Memanfaatkan waktu libur untuk bersama dengan anak.
-          Memberikan kepercayaan kepada anak.
-          Tidak terlalu memaksakan kehendak terhadap anak, agar anak tidak merasa tertekan.
-          Selalu ,mengetahu kebutuhan, jadwal dan kegiatan anak diluar sekolah maupun di dalam sekolah

·         Seorang anak
-          Memberikan kepercayaan kepada orang tua, karena orang tua selalu memberikan hal yang terbaik kepada anak.
-          Berusaha memberikan hal terbaik kepada orang tua, misalkan memberikan kebanggaan dengan prestasi yang bagus.
-          Selalu berkomunikasi dan berusaha terbuka terhadap orang tua.

Rakhmat, Jalaludin, PsikologiKomunikasi, Bandung: PT. RemajaRosdakarya, 2012






0 Response to "Makalah Hubungan Interpersonal Wanita Karier Dengan Anak"